Kamis, 07 Mei 2015
Sejarah Kerajaan Islam Mughal India
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Kerajaan Mughal
Mughal
merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai
ibukotanya, berdiri antara tahun (1526-1858 M). Dinasti Mughal di India
didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu
dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan. Ekspansinya ke
India dimulai dengan penundukan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan Alam Khan (Paman Lodi) dan gubernur Lohere[1].
Ia berhasil munguasai Punjab dan berhasil menundukkan Delhi, sejak saat
itu ia memproklamirkan berdirinya kerajaan Mughal. Proklamasi 1526 M
yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga
didukung oleh para kepala suku India tengah dan umat Islam setempat yang
belum tunduk pada penguasa yang baru itu, sehingga ia harus berhadapan
langsung dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi
Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur
memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya.
Penguasa Mughal setelah Babur adalah Nashiruddin Humayun atau lebih dikenal dengan Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M)[2],
puteranya sendiri. Sepanjang pemerintahanya tidak stabil, karna banyak
terjadi perlawanan dari musuh-musuhnya. Bahkan beliau sempat mengungsi
ke Persia karna mengalami kekalahan saat melawan pemberontakan Sher Khan
di Qonuj, tetapi beliau berhasil merebut kembali kekuasaanya pada tahun
1555 M berkat bantuan dari kerajaan safawi. Namun setahun kemudian 1556
M beliau meninggal karna tertimpa tangga pepustakaan, dan tahta
kerajaan selanjutnya dipegang oleh putranya yang bernama Akbar.
2.2 PERKEMBANGAN DAN KEJAYAAN KERAJAAN MUGHAL
Masa
kejayaan kerajaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1506 M),
dan tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan
(1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan
Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Akbar
mengganti ayahnya pada saat usia 14 tahun, sehingga urusan kerajaan
diserahkan kepada Bairam Khahan, seorang syi’i. Pada masa
pemerintahanya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan
sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab.
Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra.
Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan sehingga terjadi
peperangan dasyat, yang disebut panipat 2 tahun 1556 M. Himu dapat
dikalahkan dan ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan
Kwalior dapat dikuasai penuh (Mahmudun Nasir,1981:265-266).
Setelah
Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah
mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran
syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di
Jullandur tahun 1561 M.
Setelah
itu masa kejayaan kerajaan Mughal berhasil dipertahankan oleh putra
beliau yaitu Jehangir yang memerintah selama 23 tahun (1605-1628 M).
Namun Jehangir adalah penganut Ahlussunah Wal Jamaah, sehingga
Din-i-Illahi yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya.[3]
Sepeninggalan
Jehangir pucuk kekuasaan kerajaan Mughal di pegang oleh Sheh Jehan yang
memerintah Mughal selam 30 tahun (1628-1658 M). Pada masa
pemerintahanya banyak muncul pemberontakan dan perselisihan dalam
internal keluarga istana. Namun semua itu dapat diatasi oleh beliau,
bahkan beliau berhasil memperluas kekuasaanya Hyderabat, Maratha, dan
Kerajaan Hindu lain yang belum tunduk kepada pemerintahan Mughal.
Keberhasilan itu tidak bias lepas dari peran Aurangzeb, putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti
Sheh Jehan yaitu Aurangzeb, beliau berhasil menduduki tahta kerajaan
setelah berhasil menyingkirkan para pesaingnya (saudaranya). Pada
masanya kebesaran Mughal mulai menggema kembali, dan kebesaran
namanya-pun disejajarkan dengan pendahulunya dulu, yaitu Akbar.
Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan kerajaan Mughal diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai
akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India
di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai
perekonomian Dunia dengan jaringan pemasaran barang-barangnya yang
mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India
juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar ditaklukkan dan
kebudayaan yang tinggi.[4]
Dengan besarnya nama kerajaan Mughal, banyak sekali para sejarawan yang mengkaji tentang kerajaan ini. Dan pada masa itu telah muncul
seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan
Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan
figure pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat dinikmati sampai
sekarang dan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah
karya-karya arsitektur yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada
masa Shah jehan dibangun Masjid Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra,
Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore (Ikram, 1967:247).
2.3 KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah
satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para
pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah
dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini
memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot,
suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan
separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di
bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para
pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir
menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata
semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada
masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah
muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal
Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua
Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5]
Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia
menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang
berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai
akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan
penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah
kepada mereka.[6]
Setelah
Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi
perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh
anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan,
putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an
diganti oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari
Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah apat disingkirkan oleh
Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh
Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid,
tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai
gantinya diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan
pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang
sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia.
Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena
menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantual kepada
pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh karena itu, ada tahun 1739 M,
dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal.
Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah.
Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia member
hadiah yang sangat banyak keada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat
melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang
Chin Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena
mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam
Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabat dan menetap di sana.
Konflik-konflik
yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah.
Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari
pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya
masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai
Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan
Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh.
Adapun sebab-sebab keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1. Terjadinya stagnasi pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat dipantau.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang Negara.
3. Pendekatan Aurengzeb yang terkesan kasar dalam mendakwahkan agama.
4. Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah pribadi-pribadi lemah.
2.4 HASIL-HASIL KEBUDAYAAN KERAJAAN MUGHAL
A. Bidang Poitik dan Militer
Sistim
yang menonjol adalah politik Sulh-E-Kul atau toleransi universal.
Sistem ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu
sedangkan Mughal adalah Islam. Disisi lain terdapat juga ras atau etnis
lain yang juga terdapat di India. Lembaga yang produk dari Sistim ini
adalah Din-I-Ilahi dan Mansabhadari. Dibidang militer, pasukan Mughal
dikenal pasukan yang sangat kuat. Mereka terdiri dari pasukan gajah
berkuda dan meriam. Wilayahnya dibagi distrik-distrik.
Setiap distrik dikepalai oleh sipah salar dan sub distrik di kepalai
oleh faudjar. Dengan sistim ini pasukan Mughal berhasil menahlukan
daerah-daera di sekitarnya.
B. Bidang Ekonomi
Perekonomian
kerajaan Mughal tertumpu pada bidang agrari, mengingat keadaan Geografi
dan Geologi wilayah India. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang
terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu,
sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan
celupan.[7]
Di
samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor ke
Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil
kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang
banyak diproduksi di Gujarat dan Bengawan. Untuk meningkatkan produksi,
Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan
pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
C. Bidang Seni dan Arsitektur
Bersamaan
dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang.
Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana,
baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang
terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang
menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebijakan jiwa manusia.[8]
Karya
seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni
terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang
indah dan mengagumkan. Pada masa akbar dibangun istana Fatpur Sikri di
Sikri, vila, dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan,
dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid raya
Delhi dan istana indah di Lahore.[9]
D. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti
Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan.
Sejak berdiri, banyak ilmuan yang datang ke India untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Bahkan Istana Mughal-pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan.
Hal ini adanya dukungang dari penguasa dan bangsawan seta Ulama.
Aurangzeb misalnya membelikan sejumlah uang yang besar dan tanah untuk
membangun sarana pendidikan.
Pada
tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh
seorang guru. Pada masa Shah Jahan didirikan sebuah Perguruan Tinggi di
Delhi. Jumlah ini semakin bertambah ketika pemerintah di pegang oleh
Aurangzeb. Dibidang ilmu agama berhasil dikondifikasikan hukum islam
yang dikenal dengan sebutan Fatawa-I-Alamgiri.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa.
Ø Islam
telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan
India. Dimana keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan
baru bagi peradaban tua di anak benua India yang hampir tenggelam
Ø Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
Ø Kemajuan
yang dicapai Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan
peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya,
politik toleransi (sulakhul), system pengelolaan pajak, seni arsitektur
dan sebagainya.
Ø Kemunduran suatu peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Badri, Yatim. 1995. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Maryam, Siti. Dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : LESFI.
Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH
Misbah, Ma’ruf. Dkk. 1994. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang : CV. WICAKSANA
0 komentar:
Posting Komentar